ggota ad hoc DJ Vanda dan pesinden Soimah Pancawati.
JHF menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu bergenre hip hop dan rap. Uniknya sebagian besar lirik lagu mereka ditulis dalam bahasa Jawa. Mereka juga memasukkan unsur tradisional Jawa seperti gamelan dan sinden dalam balutan musik hip hop kreasi mereka. Semangat inilah yang menjadi karakter dari JHF.
Diawali dengan berbagai acara kecil seperti It’s Hip Hop Reunion dan Angkringan Hip Hop, kemudian pada tahun 2006-2009 memulai proyek Poetry Battle; eksplorasi karya puisi Indonesia dari puisi-puisi tradisional hingga kontemporer dengan media hip hop. Karya mereka dapat disimak dalam album kompilasi Poetry Battle 1 (2007) dan Poetry Battle 2 (2008) serta film dokumenter perjalanan mereka selama 8 tahun dalam Hiphopdiningrat, The Tales of Javanese Hip-Hop.
Dengan segala keunikan yang dimilikinya, mencampurkan musik hip hop dengan tradisi Jawa, JHF mulai diundang ke panggung-panggung internasional, diawali dengan pementasan di Esplanade Singapore tahun 2009, tahun 2011 JHF diundang pentas ke New York dan San Fransisco.
Pada tahun 2010, Jogja Hip Hop Foundation meluncurkan film dokumenter Hiphopdiningrat; sebuah potret perjalanan hip hop Jawa. Film itu kemudian mendapatkan respon positif dari berbagai media dan kemudian diundang ke berbagai festival film internasional.
JHF juga menjadi penata musik dan pengisi acara dalam pentas Laskar Dagelan (from Republik Jogja with Love). Laskar Dagelan merupakan pentas pertama dalam rangkaian acara Indonesia Kita, suatu pentas seni kolaborasi sutradara Agus Noor dan seniman Butet Kertaredjasa di Taman Ismail Marzuki beberapa waktu yang lalu. JHF juga sudah tampil membawakan hip hop Jawa mereka di beberapa panggung di luar negeri seperti Amerika Serikat, China, Korea Selatan, dan India.
Tidak melulu musik dan seni, komunitas ini juga membentuk United of Nothing (UN), sebuah wadah sosial mereka dalam membantu mengumpulkan dan menyalurkan bantuan kepada korban erupsi Gunung Merapi pada 2010 yang lalu. Wujud aksi mereka dapat kita lihat di blog UN.
Mereka juga tampil dalam iklan terbaru Intel, hal yang juga membuktikan bahwa teknologi membantu mereka dalam berkarya dan jejaring sosial membantu memperkenalkan karya mereka ke masyarakat. Kita dapat memantau kegiatan mereka di Twitter di akun @JHFcrew atau di halaman Facebook serta lewat situs mereka.
Sebagai dedengkot JHF, Kill The DJ tentunya yang menjadi corong dari grup ini. Di Twitter, kita dapat menyapanya lewat akun @killthedj
Keterbatasan bahasa Jawa yang digunakan sebagai lirik rap, yang mungkin susah mendapatkan tempat di industri music Indonesia, mampu diatasi dengan caranya sendiri. Saat ini lagu-lagu dari JHF sudah menjadi lagu rakyat di Yogyakarta, terutama setelah diluncurkannya lagu Jogja Istimewa yang sudah menjadi soundtrack kehidupan rakyat Yogyakarta. Lagu itu dinyanyikan kolektif oleh Ki Jarot, akronim dari Kill the DJ, Jahanam, Rotra, ketiganya adalah crew yang paling konsisten memproduksi lagu-lagu hip hop berbahasa dan bernuansa Jawa dan mempresentasikan eksistensi dari JHF.
Salah satu lagu JHF yang paling populer dan sering muncul di televisi karena liriknya tentang isu keistimewaan Yogyakarta, yaitu “Jogja Istimewa”.
The Crew
Kill the DJ
Ia memiliki dua alias, Kill the DJ dan Chebolang. Tapi, ketahuilah bahwa nama aslinya Marzuki Mohamad. Ia anak seorang petani dan guru agama dari Prambanan. Jika kita bertanya tentang agama, ia akan mengaku sebagai seorang penganut animisme progresif. Marzuki mengaku beraliran elektronika – hip hop – visual, untuk mempresentasikan semua yang sudah dikerjakannya. Marzuki merupakan pendiri Performance Fucktory, Parkinsound, Re:publik Art, United of Nothing, Whatever Shop, dan sekarang Jogja Hip Hop Foundation. Proses Poetry Battle menghasilkan trilogi hip hop yang semua liriknya dihasilkan dari bacaannya terhadap teks asli Serat Centhini. Belakangan ini Marzuki kerap bekerja sama dengan sinden Jawa, Soimah Pancawati.
Jahanam
Jahanam adalah salah satu kru hip hop yang paling populer di Jogja saat ini. Album perdananya yang berjudul Jahanam Su! berhasil menghidupkan gairah hip hop di Jogja dan sekitarnya. Lebih dari 20.000 kopi laris di seluruh Indonesia, bahkan sampai ke Suriname, Jahanam konsisten memproduksi lagu-lagu berbahasa Jawa yang disuguhkan dengan dentuman urban yang hybrid. Melalui Poetry Battle, kita bisa mendengar bagaimana pertemuan musik Jahanam dengan teks-teks karya Sindhunata menjadi sebuah senyawa yang sempurna. Jahanam beranggotakan dua pemuda; Balance (Beatmaker/MC) dan Mamok (MC).
Rotra
easy listening dengan refrain yang gampang diingat tanpa kehilangan sensibilitas kata-kata. Pun apabila yang dinyanyikannya adalah kritik sosial.
Sebelum memiliki nama Rotra, Janu Prihaminanto a.k.a Ki Ageng Gantas, eks G-Tribe, adalah legenda. G-Tribe merupakan kru hip-hop berbahasa Jawa pertama di Yogyakarta, dan bahkan di Indonesia. Ki Ageng Gantas, yang akrab dipanggil Anto, adalah pionir hip-hop berbahasa Jawa. Sekarang, bersama Lukman Hakim a.k.a Rajapati mereka hadir dengan nama Rotra. Ki Ageng Gantas sangat dikenal sebagai seseorang yang selalu menghasilkan komposisi rap yang
The Foundation
Didirikan oleh Marzuki Mohammad a.k.a Kill the DJ tahun 2003, adalah Javanese collective hip-hop crew yang terdiri dari; Kill the DJ, Jahanam, dan Rotra, juga dikenal dengan akronim Ki Jarot. JHF adalah soundtrack kehidupan di Yogyakarta, kota dimana tradisi terus tumbuh ditengah laju modernisasi. Beat urban khas hip-hop dipadu dengan gamelan dan bahasa Jawa, yang beberapa diantaranya menghidupkan kembali sastra atau mantra tradisional, semuanya tercipta secara natural tanpa pretensi kontemporer dan dinyanyikan oleh berbagai generasi dari pelosok desa hingga pusat kota.
Diawali dengan berbagai acara kecil seperti It’s Hip Hop Reunion dan Angkringan Hip Hop, kemudian pada tahun 2006-2009 memulai proyek Poetry Battle; eksplorasi karya puisi Indonesia dari puisi-puisi tradisional hingga kontemporer dengan media hip hop. Dari proyek itu menghasilkan dua buah album kompilasi Poetry Battle 1 & 2, dan berhasil membentuk identitas dan sikap berkarya JHF.
Dengan segala keunikan yang dimilikinya; mencampurkan musik hip hop dengan tradisi Jawa, JHF mulai diundang ke panggung-panggung internasional, diawali dengan pementasan di Esplanade Singapore tahun 2009, tahun 2011 JHF diundang pentas DI Asia Society – New York. Pada tahun 2010, Jogja Hip Hop Foundation meluncurkan film dokumenter Hiphopdiningrat; sebuah potret perjalanan hip hop Jawa. Film itu kemudian mendapatkan respon positif dari berbagai media dan kemudian diundang ke berbagai festival film internasional.
Sekarang fan base JHF semakin meluas dan tidak hanya terbatas di Yogyakarta, ribuan anak muda selalu menghadiri konser-konser terbuka JHF dan meniru gaya khas mereka; hip-hop fashion yang dipadu dengan kemeja batik. Keterbatasan bahasa tidak menjadi hambatan buat JHF dengan pembuktian penampilan-penampilan internasional mereka. JHF adalah group hip-hop dari Indonesia yang pertama kali melakukan konser eksklusif di kota kelahiran hip-hop, New York (2011), dan kembali akan tour di 10 kota di Amerika dan berbagai negara lainnya tahun 2012. Juga berbagai proyek kolaborasi dengan artis-artis internasional. JHF juga adalah salah satu icon / brand ambassador untuk Intel Inside (processor) internasional (2011 – 2012).
0 komentar:
Posting Komentar